Home / My travelling / 7 Orang Asing yang Sangat Membantu Saat Traveling ke Luar Negeri
English English Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia
Bersama para traveler makan malam di Mona Lisa Hostel. Foto by menixnews.com

7 Orang Asing yang Sangat Membantu Saat Traveling ke Luar Negeri

Memperingati HUT RI ke-77 tahun 2022 ini, seorang anggota Blogger Kepri (BK), Mas Danan Wahyu, mengusulkan tantangan membuat tulisan berteman serba tujuh. Tulisan tersebut wajib di upload di blog masing-masing peserta pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus tepat pukul 07.00 pagi, sebelum upacara bendera.

Usulan tersebut disambut baik. Dengan antusias, sebanyak 17 anggota BK mendaftarkan diri untuk ikut challenge tersebut, termasuklah saya.

Sempat bingung juga mau nulis apa. Mau menulis cita-cita “7 Anak Cukup”, rasanya sudah tidak mungkin karena sekarang usia sudah kepala 4 sementara anak baru tiga. Hahahaha.

Mau menulis “7 Mantan yang Tersayang, ” ternyata setelah dihitung, eh mantan saya gak sampai tujuh orang.

Ya sudahlah saya menulis curhatan saya saja terkait “7 Orang Asing yang Sangat Membantu Saat Saya Traveling ke Luar Negeri”. Saya harapkan tulisan dari hati ini bisa menjadi salah satu cara berterimakasih saya atas kebaikan mereka.

Saya harapkan juga tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi pembaca untuk memupuk keberanian traveling kemanapun yang diinginkan tanpa merasa takut karena yakinlah masih banyak orang baik di dunia ini yang memberikan bantuan dengan tulus.

Yang penting kita juga harus bebuat baik pada orang lain. Yakinlah karma kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula.

1. Dapat Kamar Eksklusif di Roma

Saat backpacker-an ke Roma, Italia, saya memesan sebuah kamar mix-dom yang paling murah yakni 6 orang per kamar dengan mix-gender. Harga kamarnya hanya 11 euro per malam.

Sesampainya di hostel yang bernama Mona Lisa, tidak jauh dari Collesium, seorang pria yang bertugas sebagai reseptionis menerima pesanan saya dan menunjukkan kamar yang saya pesan.

Setelah meletakkan tas di kamar dan menuju ke lobi hostel, saya berbincang-bincang dengan resepsionis tersebut. Namanya adalah Mustofa, seorang berkebangsaan Pakistan yang sudah puluhan tahun hidup di Roma.

Banyak hal yang kami bincangkan, mulai seputar kota Roma sampai urusan keluarganya dan ibadah. Ternyata dia adalah seorang muslim, sama seperti saya.

Setelah berbincang-bincang, saya kembali ke kamar hendak membersihkan diri. Tetiba dia memanggil saya dan menawarkan saya sebuah kamar private room paling mahal di hostes tersebut. Dan saya tidak perlu menambah biaya apapun.

Tempat tidur saya di Private Room Mona Lisa Hostel, Roma, Italia. Photo is taken from hostelsclub.

Dia mengatakan, karena saya seorang muslimah, tidak baik untuk tidur sekamar dengan tamu lain yang berbeda jenis kelamin.

Apa yang dikatakannya memang benar. Namun, karena budget kamar private itu mahal, kisaran 80 euro, saya terpaksa booking yang murah saja.

Dia menambahkan, di kamar private itu, saya bisa mandi di kamar mandi sendiri dan bisa sholat di kamar tanpa ganguan.

Kebaikan Mustofa ini sangat membekas dalam ingatan saya. Alhamdulillah!

 

2. Kehilangan HP di Roma

Kehilangan HP saat kita sedang traveling, rasanya nyesek bangets! Selain kontak-kontak penting juga hilang, foto-foto juga raib. Kejadian ini sempat menimpa saya ketika jalan-jalan di depan Collesium, Roma.

Berdiri di depan Collessium, Roma, Italia. Foto by menixnews.com

Saat itu, saya dan seorang teman seperjalanan sedang duduk santai di depan Collesium sambil menikmati indahnya senja di sana. Kami pun saling mengambil foto menggunakan HP masing-masing. Ntah bagaimana, saat balik ke hostel, saya baru sadar HP tidak ada di tas maupun saku.

Seketika saya panik. Saya pun meminjam HP teman sesama backpacker yang menginap di hostel yang sama untuk menghubungi nomor saya.

Sykurnya nomor tersebut masih aktif dan panggilan diangkat seseorang. Setelah saya memperkenalkan diri dan menceritakan kronologi hilangnya HP tersebut, di seberang sana mengaku menemukan HP tersebut di depan Collesium.

Dia bersedia mengembalikan HP saya keesokan harinya, setelah dia bertanya banyak hal ke sana untuk memastikan bahwa saya benar-benar yang punya HP tersebut.

Keesokan harinya, kami janjian bertemu di “Standing Coffee” kecil di dekat stasiun kereta. Setelah berkenalan, saya baru tahu kalau wanita yang menemukan HP saya adalah seorang polisi. Saat saya menawarkan untuk mentraktirnya kopi, dia menolak. Dia hanya ingin dibelikan kopi gelas kecil seharga 1 euro per gelas.

3. Diberi Kamar Besar di Athena

Lagi-lagi saya dipertemukan resepsionis yang baik hati. Setelah di Roma bertemu Mustofa, di Athena saya bertemu Josep, seorang lelaki berkewarganegaraan Filipina.

Di hostel ini, saya memesan kamar paling murah dan mix-dom. Harganya 9 euro per malam. Saat check-in, saya diberitahu Josep agar berhati-hati karena ternyata hostel ini berada di jantung prostitusi Kota Athena.

Setelah berbincang-bincang, ntah karena merasa sesama orang Asia dan dia bersimpati kepada saya, Josep tiba-tiba menawarkan saya kamar yang lebih besar. Kamar tersebut bukanlah kamar single melainkan dom khusus perempuan yang berisi empat tempat tidur. Namun saat itu, kamar tersebut kosong dan dia berjanji tidak akan mengisi kamar itu dengan orang lain selama saya menginap di sana.

Saat saya tanya mengapa dia menawarkan kamar itu tanpa perlu saya menambah biaya, dia bilang karena kita sesama orang Asia. Dan dia takut jika saya menginap di kamar mix-dom akan bercampur dengan orang lain yang belum tentu baik. Apalagi hostelnya berada di pusat prostitusi. Tidak jarang tamu lain pulang tengah malam dalam keadaan mabuk-mabukan dan membawa pasangan.

Terimakasih Josep sudah memberikan kebaikan kepada saya dan semoga dibalas dengan kebaikan lainnya.

4. Dipinjami Payung di Dalam Bus

Di dalam bus kok perlu payung? Ini bukan karena hujan ataupun panas yang terasa di dalam bus. Melainkan payung yang dipinjamkan ke saya sangat membantu saya untuk berdiri dengan stabil di atas bus.

Kejadian ini saat saya baru mendarat di Sydney, Australia. Karena harus ganti pesawat dengan tujuan Canberra, ibukota Australia, maka di Bandara Kingsford Smith, saya harus naik bus ke terminal lain.

 

Nah, bus ini ternyata padat dan saya tidak mendapatkan tempat duduk. Saya pun harus berdiri. Di perjalanan, busnya laju yang membuat saya terguncang. Saya tidak bisa bediri dengan stabil. Saya bingung hendak perpegangan ke apa dan siapa. Lihat pegangan tangan di atas plafon bus, ternyata cukup tinggi. Tangan saya tidak bisa menggapainya. Maklumlah ini bus untuk ukuran rakyat bule yang tingginya rata-rata 170 cm ke atas. Sementara tinggi saya tidak sampai 150 cm. Ntah berapa kali saya nyaris terjungkal dan menabrak punggung penumpang lain.

Melihat saya kesusahan, seorang wanita paruh baya yang duduk tidak jauh dari saya menawarkan payungnya yang bergagang seperti kail. Dengan payung ini, saya bisa meletakkan gagangnya di besi yang ada di plafon bus dan saya berpegangan di badan payung tersebut. Payung ini ternyata sangat membantu saya untuk berdiri dengan stabil sampai bus berhenti di terminal tujuan.

Terimakasih middle-age lady.

5. Diajak ke Peternakan Australia

Namanya adalah Jennifer, dan dia lebih suka disapa Jen karena terasa lebih akrab. Dia orang Aussie. Ibu-bapak dan adik-adiknya semua tinggal di The Rock, salah satu kota kecil di New South Wales (NSW). Dia menjadi sahabat saya sampai sekarang.

Dia sangat membantu saya saat berada di Australia. Mulai dari menerjemahkan bahasa Inggris Australia yang logatnya sering kedengaran aneh sehingga susah dimengerti sampai mengajak saya jalan-jalan ke kampung halamannya, melihat pertanian dan peternakan di sana.

Saya bertemu dia di Canberra. Dia kuliah dan bekerja di bidang human right (HAM). Hal yang paling tidak bisa saya lupakan dari semua kebaikannya adalah ketika dia mengajak saya ke kampung halamannya untuk bertemu ibu-bapak, adik, dan saudaranya. Sekaligus untuk melihat bagaimana kehidupan para petani dan peternak Australia.

Setelah mengunjungi keluarganya, saya sadar bahwa yang dikatakan petani atau peternak di sana adalah seseorang yang memiliki lahan ratusan bahkan ribuan hektare. Tidak heran jika kuda, domba, sapi, alpaka, dan hewan ternak lain yang mereka miliki dibiarkan hidup bebas di areal pertanian tanpa perlu dikandangin (kecuali musim dingin) karena lahan yang begitu luas.

6. Dibantu Mengurus Visa Schengen

Saat berada di Canberra, saya berkesempatan untuk berkunjung ke Norwegia dengan gratis. Rasanya seperti mimpi bisa terbang ke utaranya Eropa.

Bermain salju di Oslo, Norwegia.

Namun, untuk pergi ke sana tidaklah mudah. Terutama untuk mendapatkan visa Schengen dari kedutaan Norwegia yang ada di Canberra.

Orang-orang Kedutaan Norwegia ini terkenal cuek dan lama dalam mengurus visa. Secara formal sih hanya memerlukan waktu 1-2 minggu, tapi kenyataannya bisa sebulan lebih dan ini membuat deg-degan apalagi tiket pesawat ke Norway harus sudah dibeli dan dilampirkan saat pengurusan visa. Jika visa tidak keluar atau keluarnya setelah tanggal keberangkatan kan repot. Kudu mejadwal ulang dan pastinya aka  mengeluarkan biaya ekstra.

Sykurnya, saya diperkenalkan dengan seorang teman berkewarganegaraan Norwegia dan bekerja di salah satu universitas di OsloOslo, ibukota Norwegia. Saya hanya mengenalnya via email dan komunikasi kami juga via email.

Atas bantuannya, visa yang sudah saya ajukan sebulan lebih tanpa respon apapun dari Kedutaan Norwegia akhirnya disetujui.

Saat saya menanyakan apa yang dia lakukan sehingga visa saya disetujui, dia mengatakan kalau di Oslo dia pergi ke Departemen Luar Negeri (Deplu) dan marah-marah kepada petugas yang menangani urusan visa. Ternyata teman saya ini punya banyak koneksi di Deplunya Norwegia di Oslo.

7. Diberi Tumpangan Kamar Mandi

Ini pengalaman saat membawa duo crucils jalan-jalan ke Singapura bareng teman-teman kantor. Saat itu si kakak baru berusia 5 tahun dan si adik baru 2 tahun.

Mengajak duo crucils ke Singapura.

Awal perjalanan sangat lancar tanpa kendala. Semua peserta menikmati city sighseeing di atas bus. Acara makan dan belanja pun berjalan lancar.

Namun, menjelang sore hari, mulai si adik mengalami gangguan pencernaan. Kemungkinan makanan yang ada tidak cocok untuknya. Dia pun beberapa kali BAB.

Karena masih batita, pastinya masih memakai pempers. Meskipun begitu, namanya BAB pastilah beraroma tidak sedap.

Saat berada di areal perbelanjaan, si adik kembali BAB. Untuk membersihkannya, saya harus ke toilet umum. Setelah bertanya ke sekitar, lokasi toiletnya cukup jauh sementara saya susah lumayan tepar.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya ke salah satu pemilik toko, apakah saya bisa menumpang toilet untuk membersihkan BAB anak saya.

Pemilik toko yang kebetulan orang Melayu, tanpa berpikir panjang memberikan tumpangan toiletnya. Ah rasanya sangat legah karena tidak harus jalan jauh ke toilet umum.

Bantuan kecil ini sangat membekas karena saat itu saya benar-benar lelah mengurus si kecil yang terus menerus BAB. (sri murni).

2 comments

  1. Cerita seru².
    Klo mustofa dan josep punya akun sosmed,
    Info bu.
    Mau silaturahim.
    Baik bgt jadi orang…

  2. ummikhanadinaanis@gmail.com

    saat bertemu orang baik….. berasa ketemu sodara beda bapak beda ibuk

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.