PERNAH gak kalian merasa lelah dan lemas saat traveling? Jika pernah, sama dunk kita. Penyebabnya bisa jadi karena kita kekurangan protein.
Sayang bangets ya saat jalan-jalan tubuh kita justru merasa lemas dan tidak berenergi. Padahal kita sudah mengeluarkan begitu banyak uang untuk sampai ke tempat tujuan. Apalagi jika traveling-nya ke luar negeri, sampai ke Australia, Eropa, maupun Amerika. Widih ruginya bisa double-double tu. Sudah habis uang untuk tiket pesawat, visa, dan penginapan, eh giliran waktunya menikmati destinasi wisata, badan kita justru lemas.
Saya pernah mengalaminya ketika solo traveling keliling Italia pada 2011 lalu. Ceritanya, pada 24 Desember 2011 lalu, dengan menumpang pesawat Ryan Air, saya mendarat kali pertama di Roma, tepatnya di Bandara Ciampino. Dari pusat kota Roma, jaraknya sekitar 29 km. Saat mendarat, waktu sudah hampir tengah malam, yakni sekitar pukul 22.30. Saya mengambil penerbangan malam karena memang tarifnya paling murah.
Saya pun bergegas menaiki bus ke pusat kota. Jarak tempunya sekitar 45 menit. Begitu sampai di terminal Metropolitan City of Rome, memang sudah tengah malam, dan saya langsung melangkahkan kaki dengan cepat mencari penginapan yang sudah saya booking sebelumnya.
Tidak begitu sulit menemukan penginapan tersebut. Walaupun tempatnya terkesan angker, tapi cukup nyaman. Cerita soal penginapan ini bisa dibaca di sini ya!
Malam itu terasa sangat lelah. Bahkan bisa dikatakan super lelah. Hal ini wajar, karena sebelumnya saya sudah keliling Jerman, Spanyol, dan Yunani. Ditambah lagi saat tiba di Roma sudah tengah malam dan jalan kaki cukup jauh mencari penginapan.
Begitu sampai di penginapan dan mendapatkan kamar yang nyaman, saya pun terlelap. Keesokan harinya, rasa lelah itu tetap bersemayam. Selepas sholat Subuh, rasanya badan tetap lemas dan mengantuk. Tidak biasanya seperti itu. Saya pikir awalnya hanya faktor kecapean. Tapi, biasanya rasa cape saat jalan-jalan itu bakal sirna jika sudah tidur nyenyak. Tapi tidak di hari itu.
Alhasil, karena badan terasa lemas, saya putuskan untuk beristirahat lebih lama di penginapan. Padahal, susunan jadwal jalan-jalan sudah panjang dan tempat-tempat yang ingin dikunjungi pada hari pertama di Roma sudah menanti.
Karena kondisi fisik tidak seperti biasanya, saya pun penasaran dan mencari tahu apa yang terjadi pada tubuh saya. Hal pertama yang saya lakukan adalah mengevaluasi asupan makanan beberapa hari terakhir selama solo traveling di Eropa.
Setelah baca sana-sini via google, saya meyakini penyebab utama badan terasa tidak berenergi adalah kurangnya asupan protein ke tubuh saya. Memang sih, selama beberapa hari terakhir, makanan yang masuk lebih banyak karbohidrat dan sangat minim protein.
Padahal, mengonsumsi banyak protein adalah salah satu tips jitu agar badan senantiasa strong selama jalan-jalan. Alhasil, sejak hari itu, saya mulai mengatur pola makan dengan menyeimbangkan antara karbohidrat dan protein. Bahkan, porsi proteinnya harus lebih banyak.
Bagi tubuh, protein adalah nutrisi yang sangat penting untuk membantu sistem imun. Protein juga berfungsi sebagai pembangun dan memperbaiki sel dan jaringan atau otot tubuh. Saat kita traveling, pastinya banyak menguras tenaga karena jalan sani-jalan sini. Jalan-jalan yang kita lakukan bisa diibaratkan olahraga yang memang menguras tenaga. Nah, selepas olahraga, agar otot kembali berisi, sangat penting mengonsumsi protein.
Selain itu, protein juga berguna mengurangi rasa lapar. Perlu diingat, jika selama traveling tidak ingin cepat lapar, maka yang dikonsumsi jangan hanya karbohidrat yang banyak melainkan juga protein.
Protein pun berfungsi sebagai penyeimbang gula darah, sekaligus menjaga kesehatan rambut dan kuku.
Sumber Protein Murah
Lalu, bagaimana agar kita bisa menjaga asupan protein selama traveling. Gampang, semuanya bisa disiasati dengan cara yang murah dan mudah. Caranya adalah masak sendiri.
Perlu diketahui bahwa selama solo traveling ke Eropa saya menginap di hostel-hostel murah. Meskipun hostel murah, tetap dilengkapi dengan dapur beserta peralatan masak dan makannya. Sehingga, kita bisa masak makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi tubuh.
Dari referensi Recommended Dietary Allowance (RDA), seyogyanya tubuh kita memerlukan protein 1 gram dari setiap kilogram berat tubuh kita, setiap harinya. Jadi kalau berat badan saya (ketika itu) 50 kg, maka saya memerlukan protein sekitar 50 gram per hari.
Untuk mendapatkan protein yang cukup, tidak perlu berpikir yang rumit-rumit. Ingat saja, sumber protein ada dari hewani dan nabati (tumbuhan). Protein hewani adalah telur, daging, seafood (terutama ikan salmon), susu, keju, dan yogurt. Sementara yang bersumber dari nabati adalah brokoli dan kacang-kacangan.
Dari sederet pilihan sumber protein tersebut, saya memilih yang simple-simple saja, mudah didapat, dan mudah diolah yakni telur, susu, keju, yogurt, brokoli, dan kacang-kacangan. Sementara daging dan seafood saya lupakan karena mahal dan mengolahnya pun agak repot.
Di Eropa, yang namanya telur, susu, keju, yogurt, brokoli, dan kacang-kacangan sangat mudah didapat di supermarket. Harganya tidaklah mahal. Sumber energi tersebut bisa disandingkan dengan karbohidrat berupa roti dan kentang. Selama solo traveling di Eropa, saya sangat jarang mengonsumsi nasi karena agak sulit mendapatkannya. Yang paling gampang adalah roti dan kentang.
Dengan asupan protein yang cukup, ternyata menjadi tips jitu agar badan tetap strong selama traveling. Satu hal yang perlu diingat ya, jika ingin perut tidak cepat lapar, yang harus banyak dikonsumsi protein, bukan karbohidrat ya!
Semoga sharing ini bermanfaat, dan HAPPY TRAVELING! (Sri Murni)
Terimakasih sudah berbagi informasinya, sukses terus..