Home / Bisnis / Membangun Bisnis Kos-Kosan di Batam Bersama BRI
English English Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia
BRI unit Bengkong
Salah satu kantor unit BRI di Bengkong, Batam. Photo: menixnews.com

Membangun Bisnis Kos-Kosan di Batam Bersama BRI

Disclaimer: Tulisan ini bukanlah untuk pamer, ria, apalagi menyombongkan diri. Tulisan ini hanya sekadar berbagi pengalaman bagi yang ingin punya bisnis rumah kos atau rumah sewa kecil-kecilan. Maaf jika ada yang tidak berkenan.

==============================================

MEMILIKI bisnis sampingan adalah impian  saya dan suami sejak awal pernikahan kami, 2009 lalu. Tujuannya, tentu saja untuk menambah pemasukan kas keluarga dan menjadi tabungan untuk masa tua.

Saking penginnya punya usaha, ketika kami sedang makan di warung pinggir jalan ataupun di restoran, kami selalu menyempatkan diri untuk ngobrol dengan pemilik usaha. Bincang-bincang kami pasti seputar seluk beluk bisnis yang sedang mereka jalani agar kami bisa belajar bisnis darinya.

Bahkan, ketika makan gorengan di pinggir jalan, jajan di warung tetangga, beli buah, serta beli mainan anak pun, kami sempatkan untuk ngobrol ke pemilik usaha untuk mendapatkan insight bisnisnya.

Mengobrol bareng pelaku usaha ternyata tidak hanya mendapatkan ilmu praktis tapi yang lebih penting adalah membangkitkan semangat untuk berwirausaha. Ilmu berbisnis pun kami coba dapatkan dari menonton banyak video kisah-kisah sukses para wirausahawan dari banyak bidang.

Setelah mendapatkan banyak informasi berbagai bidang usaha produktif tersebut, ternyata memulai bisnisnya tidak mudah. Perlu meluangkan waktu dan fokus ke bisnis yang akan dijalankan. Sementara saya dan suami masih masih aktif menjadi karyawan swasta yang punya jam kerja rerata delapan jam sehari.

Alhasil, kami memutuskan untuk mencoba berbisnis non-produktif saja agar tidak menyita waktu kerja kami. Setelah banyak pertimbangan, terutama prospek usaha dan kemudahan pengurusannya, pada 2011 lalu, saya pun mengusulkan kepada suami untuk mulai usaha kos-kosan dan rumah sewa.

Beberapa pertimbangan saya ketika itu adalah:

1. Kos-kosan dan rumah sewa adalah bisnis non-produktif yang tidak akan menyita waktu karena perawatan rumah kos dan rumah sewa tidaklah tiap hari. Perawatan diperlukan jika ada kerusakan rumah yang terjadi hanya sesekali dalam setahun.

2. Prospek bisnis sewa kamar atau sewa rumah di Batam sangatlah besar. Batam yang merupakan kota industri, para pekerjanya sangat membutuhkan tempat tinggal sewaan.

3. Harga sewa kamar kos dan rumah sewa di Batam relatif tinggi.

4. Bisnis kos-kosan dan rumah sewa, tidak hanya memberikan tambahan kas keluarga setiap bulan, tetapi juga investasi yang nilainya terus meningkat layaknya investasi properti pada umumnya.

5. Properti yang kami miliki sekaligus kami jadikan sebagai tabungan pendidikan anak-anak. Jika nantinya kami memerlukan dana untuk sekolah anak atau kebutuhan lainnya, kami hanya perlu menggadaikannya ataupun  menjualnya dengan harga di bawah pasar agar cepat mendapatkan uang tunai. Meskipun di bawah pasar, pastinya lebih tinggi dari harga modal. Lagipula kami juga sudah mendapatkan keuntungan bulanan.

Rumah Kos Pertama

Pada 2012 lalu, saya dan suami berhasil mengumpulkan tabungan sebesar Rp70 juta untuk membeli rumah kos sederhana.

Dengan modal tersebut, kami memberanikan diri untuk melangkah. Langkah pertama yang kami lakukan adalah mencari rumah seken murah di iklan properti yang ada di koran-koran lokal.

Di tahun itu, iklan properti tidak seperti sekarang yang sangat mudah ditemukan secara online. Tahun itu, iklan hanya bisa didapatkan di media massa cetak.

Karena suami lebih sibuk kerja ketimbang saya, maka tugas mencari rumah murah di iklan pun menjadi tugas saya. Setelah beberapa hari memantau iklan, akhirnya pucuk dicinta ulam pun tiba.

Saya menemukan satu rumah kos lima kamar yang hendak dijual. Lokasinya ada di sebuah perumahan di Batam Center dan sangat strategis. Tempatnya tidak jauh dari daerah industri, sekolah, dan perkantoran pemerintah.

Harganya relatif murah hanya Rp130 juta. Saya pun langsung menghubungi sang pemilik. Di hari itu juga, saya dan suami langsung janjian bertemu sekaligus melakukan survei lokasi.

Alhamdulillah bertemu dengan sang penjual yang ramah dan helpful. Mereka adalah pasangan suami istri yang memiliki bisnis kontruksi. Ketika itu, mereka sangat memerlukan dana untuk keperluan modal usaha.

Antara penjual dan kami seperti punya kemistri. Kami tidak segan-segan bercerita tentang niat kami yang ingin berbisnis kos-kosan. Kami pun sekaligus meminta masukan-masukan dari sang penjual mengingat mereka sudah berbisnis yang sama lebih dulu.

Tak lupa saya meminta pengurangan harga rumah tersebut. Ya namanya juga wanita, rasanya gak sreg jika membeli sesuatu tanpa menawar.

Mungkin karena mereka sedang butuh uang (BU), mereka pun menyetujui harga jual rumah menjadi Rp120 juta dengan perjanjian biaya akta jual beli ditanggung bersama (dibagi dua) sementara untuk pajak pembeli dan penjual ditanggung masing-masing pihak.

Karena uang tunai yang kami hanya pas-pasan Rp70 juta, itu berarti kami masih kekurangan uang Rp50 juta. Mau tidak mau kami mengajukan  pendanaan kepada bank.

Pinjam Modal Usaha dari BRI

Untuk mengatasi kekurangan dana tersebut, saya berpikir untuk meminjam kredit usaha di BRI. Mengapa BRI? Karena dari dulu, keluarga di kampung saya tahunya pinjam modal ya ke BRI. Tidak pernah pinjam ke bank lain.

Saya pun mendatangi salah satu unit BRI terdekat yang ada di Batam. Ketika itu, unit terdekat adanya di daerah Jodoh. Setelah bertemu dengan petugas kredit di unit tersebut, saya diminta untuk melengkapi persyarakat yakni sertifikat barang jaminan (saya menggunakan sertifikat rumah yang kami tempati), fotokopi KTP suami-istri, kartu keluarga, dan buku nikah.

Setelah syarat lengkap dan tidak ada kendala dalam pengecekan BI checking, pihak bank melakukan survei ke rumah tinggal saya dan rumah kos-kosan yang akan saya beli. Alhamdulillah, tidak ada masalah dan semuanya lancar.

Karena pinjaman hanya Rp50 juta, prosesnya memang cepat. Biaya yang dibebankan juga tidak banyak yakni biaya notaris Rp500 ribu, administrasi Rp200 ribu, dan asuransi jiwa serta kebakaran sekitar Rp170 ribu.

Untuk kredit ini, kami hanya mengambil tenor dua tahun dengan cicilan sebulannya sekitar Rp2.8 juta flat. Jika dihitung dari penghasilan rumah kos, setiap bulannya kami bisa mendapatkan penghasilan bersih Rp1.5 juta.

Hasil rumah kos ini memang tidak mencukupi untuk membayar cicilan. Alhasil, kami mengambilnya dari uang gaji sebesar Rp1.3 juta setiap bulan.

Tidak terasa, dua tahun berlalu dengan cepat. Setelah kredit di BRI selesai, rasanya enak dapat tambahan uang bulanan sebesar Rp1.5 juta sebulan.

Menambah Rumah Sewa

Di tahun berikutnya, kami pun ingin menambah investasi. Kali ini bukan rumah kos melainkan rumah sewa. Setelah melihat iklan properti di koran, kami mendapatkan rumah yang sesuai. Harganya terjangkau dan letaknya strategis, masih satu perumahan dengan rumah kos yang sebelumnya kami beli.

Eh, tidak disangka ternyata yang punya rumah tersebut adalah orang yang sama, pemilik rumah kos yang sebelumnya kami beli. Rumah kedua ini kamarnya berjumlah empat namun harganya lebih tinggi yakni Rp150 juta dan tidak bisa kurang.

Walaupun harganya lebih mahal dari rumah sebelumnya, namun dibandingkan harga pasar ketika itu yang sudah mencapai Rp200 juta, rumah ini tetap masih terbilang murah.

Karena lokasinya sangat strategis, kami pun memutuskan untuk tetap membelinya. Rumah kedua ini, kami beli dengan tunai karena tabungan kami sudah mencukupi.

Walaupun rumah tersebut memiliki empat kamar, rumah tersebut tidak kami jadikan rumah kos melainkan rumah sewa. Pertimbangannya, mengurus rumah kos lebih rebet ketimbang rumah sewa.

Jika ada kerusakan minor, misalnya lampu putus, pada rumah kos harus diperbaiki oleh pemilik rumah. Selain itu, air dan listrik ditanggung oleh pemilik rumah. Sementara jika rumah sewa, kerusakan minor ditanggung penyewa dan tagihan air listrik itu di luar harga sewa rumah.

Dan yang paling tidak merepotkan adalah pembayaran rumah sewa dilakukan satu kali sebulan, sementara kamar kos bisa beberapa kali sebulan tergantung dari tanggal masuk masing-masing penghuni kamar.

Jika penyewa kamar membayar dengan tunai, kita harus mendatangi mereka beberapa kali dalam sebulan. Hal ini terkadang cukup menyita waktu bagi pekerja penuh waktu seperti kami.

Dari rumah sewa kedua ini, ketika itu kami mendapatkan tambahan penghasilan Rp1.2 juta per bulan (saat ini uang sewanya sudah naik menjadi Rp1.5 juta/bulan).

Investasi Terus Bertambah

Setahun setelah beli rumah yang kedua, kami menambah investasi lagi. Eh, dapat rezeki rumah di komplek yang sama. Letaknya tidak begitu jauh dari rumah yang kedua. Namun, kali ini pemilik rumahnya berbeda.

Rumah tersebut memiliki tiga kamar dan kondisinya sudah lama ditinggal oleh pemiliknya yang sudah pindah dari Batam. Kami membelinya dari agen properti. Harganya Rp120 juta dengan perpanjian biaya jual beli ditanggung berdua dan pajak penjual-pembeli dibayar masing-masing pihak.

Untuk rumah ketiga ini, kami hanya punya uang tunai sebesar Rp50 juta. Tidak ada jalan lain, kami terpaksa meminjam lagi ke bank. Namun, kali ini kami tidak meminjam kredit usaha di BRI melainkan mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR) di salah satu bank syariah nasional.

Kami pun mengajukan pinjaman Rp80 juta dengan tenor delapan tahun. Besarnya cicilan per bulan adalah Rp1.2 juta. Awalnya rumah ketiga ini kami sewakan Rp1.2 juta sebulan. Namun, sekarang harga sewa sudah naik Rp1.4 juta.

Dengan hasil uang sewa tiga rumah yang hampir lima juta sebulan tersebut, kami tidak lagi perlu memikirkan uang cicilan kredit karena setiap bulannya sudah dibayarkan oleh hasil sewa rumah.

Alhamdulillah, dua tahun setelah akad kredit rumah ketiga, kami berhasil mengumpulkan uang untuk melunasi kredit tersebut.

Kembali ke Kredit Usaha di BRI

Hasil kos-kosan dan rumah sewa, ternyata sangat lumayan untuk ditabung dan diinvestasikan lagi untuk rumah sewa berikutnya. Alhamdulillah, setahun setelah pelunasan KRP tersebut, kami bisa mengumpulkan uang untuk berinvestasi rumah sewa lagi.

Untuk rumah keempat ini, kami kembali meminjam kredit usaha di BRI. Karena baru setahun menabung, uang tunai yang kami kumpulkan tidak besar hanya Rp70 juta.

Rumah keempat ini, lokasinya ada di Batuaji, beda wilayah dengan rumah-rumah sewa sebelumnya. Namun demikian, Batuaji memiliki prospek yang sangat bagus karena dekat dengan kawasan industri.

Harga rumah keempat ini Rp120 juta dengan jumlah kamar tiga. Karena uang tunai kami hanya Rp70 juta, kami mengajukan pinjaman modal usaha sebesar Rp50 juta ke BRI. Di tahun itu, ternyata sudah dimulai program KUR (kredit usaha rakyat).

Pinjaman untuk usaha pun semakin gampang. Yang lebih menggembirakan lagi, akad kredit tidak perlu notaris. Jadi kami hanya dibebankan biaya administrasi serta asuransi jiwa dan kebakaran. Ditambah lagi ada insentif berupa bonus sebesar Rp200 ribu jika pembayaran cicilan kredit tidak pernah lewat dari tanggal jatuh tempo.

Alhamdulillah, tenor dua tahun KUR di BRI bisa kami lalui dengan lancar. Setiap bulan saya terus mendapatkan bonus Rp200 ribu. Hasil sewa rumah kami pun bertambah. Rumah keempat ini kami sewakan Rp1.2 juta sebulan.

Setelah KUR selesai, kami menambah lagi investasi rumah sewa dengan lokasi rumah masih di Batuaji. Kali ini kami meminjam lebih besar yakni Rp100 juta karena ada dua rumah yang hendak kami beli.

Karena hasil dari bisnis sewa rumah sudah cukup lumayan, kami hanya mengambil tenor setahun. Alhamdulillah, semua pembayaran lancar hingga akhir.

Usaha ini terus kami tekuni, sampai saat ini. Kami pun sudah memiliki satu umah kos dan beberapa rumah sewa. Investasi properti saat ini memang kami fokuskan untuk rumah sewa karena pengurusannya yang lebih gampang ketimbang rumah kos.

Peminat rumah kos dan sewa di Batam terbilang tinggi. Ini terbukti dengan jarang kosongnya rumah sewa dan kamar kos yang kami miliki.

Dengan penghasilan dari investasi rumah saat ini, Alhamdulillah jika kami tidak bekerjapun sudah bisa hidup dari pendapatan bisnis tersebut. Anak-anak kami pun, InsyaAllah sudah terjaga biaya sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.

Mengapa BRI?

Terimakasih kepada para petugas kredit BRI yang selama ini membantu pencarian modal usaha kecil kami. BRI layak disebut sebagai Pahlawan UMKM.

Kehadiran BRI untuk Indonesia memang sangat diperlukan. Ada beberapa hal yang membuat saya nyaman bekerjasama dengan BRI:

  1. Para petugasnya sangat membantu dan mudah diajak komunikasi.
  2. Prosesnya tidak memerlukan banyak biaya karena tidak harus menggunakan notaris.
  3. Sering ada bonus bagi debitor yang disiplin membayar kredit.
  4. Sekarang sudah era digitalisasi BRI sehingga transaksi via digital lebih gampang. Bayar kredit, transfer uang, belanja, bayar macam-macam tagihan, dan lainnya bisa dilakukan via telepon genggam. Gak perlu antre di bank.

Dalam tulisan ini, saya juga ingin menyampaikan dua permintaan ke BRI, yakni:

  1. Mohon ditiadakan saldo ditahan yang besarnya satu kali cicilan. Bagi saya yang pernah pinjam Rp100 juta dengan cicilan sebulan hampir Rp5 juta, jika uangnya ditahan sebesar itu selama masa kredit sangat memberatkan. Uang Rp5 juta bagi pelaku UMKM sangatlah besar artinya.
  2. Untuk pelunasan kredit sebelum jatuh tempoh hedaknya tidak dikenakan pinalti yang besar. Terakhir saya melunasi kredit sebelum jatuh tempoh dikenakan pinalti sebesar tiga kali cicilan. Harusnya bagi debitor yang usahanya maju dan bisa melunasi kredit lebih cepat, mendapatkan penghargaan bukan sebaliknya, mendapatkan denda. Toh, uang yang dikembalikan lebih cepat bisa digunakan BRI untuk membantu pelaku UMKM lainnya.

Demikian ya my blog readers sharing pengalaman saya kali ini. Semoga bermanfaat. Semangat berwirausaha! (sri murni)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.