Home / My travelling / Pengalaman “Mengobrak-abrik” Isi Pasar Tradisional Dabo Singkep
English English Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia

Pengalaman “Mengobrak-abrik” Isi Pasar Tradisional Dabo Singkep

Ragam panganan khas Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

“MENGOBRAK-ABRIK” isi pasar tradisional menjadi salah satu aktivitas paling menyenangkan bagi saya ketika mengunjungi suatu daerah. Apalagi daerah tersebut baru kali pertama saya datangi.

“Mengobrak-abrik” isi pasar dimaksud bukanlah seperti yang dilakukan petugas pengamanan saat melakukan penggusuran ya, melainkan mengeksplorasi isi pasar tradisional tersebut.

Kenapa justru pasar tradisional dan bukan mal? Yang pasti, saya tidak tertarik mengobrak-abrik isi mal karena umumnya isi mal dimana pun sama. Kalau hanya mal, di Batam juga sangat banyak mal. Tapi tidak dengan pasar tradisional. Sebab, pasar tradisional menyajikan aneka rupa barang khas lokal yang terkadang tidak pernah saya temui di tempat lain.

Aktivitas “mengobrak-abrik” isi pasar tradisional ini juga saya lakukan ketika bertandang ke Dabo Singkep, salah satu pulau terbesar di Kabupaten Lingga, pada Desember 2018 lalu, bersama Tim #JelajahKonektivitasHati.

Aksi “mengobrak-abrik” saya lakukan selepas Sholat Subuh. Sambil berjalan kaki ke pasar, saya bisa menghirup udara segar, dan bercengkrama dengan penduduk lokal yang saya temui di sepanjang jalan.

Pasar Ikan tradisional Dabo Singkep. Foto by menixnews.

Saat jalan-jalan ke Dabo Singkep, kebetulan saya menginap di One Hotel yang lokasinya berada di pusat kota. Jarak ke pasar tradisionalnya juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit jalan kaki. Di sepanjang jalan, berjajar ruko-ruko berlantai dua dan tiga. Bangunan kanan dan kiri jalan tampak tidak begitu modern. Bahkan, sebagian ruko masih ada bangunan lama dari kayu yang sudah tampak usang.

Kesibukan warga Dabo Singkep di pagi hari begitu terasa di sepanjang jalan. Beberapa kedai kopi mulai buka, begitu juga dengan toko-toko kelontong dan sembako. Warga tampak saling menyapa jika bertemu satu sama lain. Saya pun tidak mau ketinggalan menyapa warga yang saya temui, meski kami tidak saling mengenal.

Begitu sampai di pasar, suasana riuh tentu saja tampak di depan mata. Setiap pedagang terlihat sibuk menawarkan dagangannya. Pasar tradisional yang juga dikenal dengan nama Pasar Ikan Dabo Singkep ini merupakan bangunan permanen yang tidak begitu luas. Di dalamnya ramai dengan pedagang ikan segar, sayuran, sembako, dan kebutuhan harian lainnya.

Pasar Ikan tradisional Dabo Singkep. Foto by menixnews.

Saat hendak masuk ke dalam pasar, saya “diberhentikan” oleh tumpukan-tumpukan ikan tamban salai yang dijual beberapa pedagang di pintu masuk pasar. Ternyata tamban salai ini merupakan salah satu lauk khas warga Dabo.

Tentu saja tidak hanya tamban salai yang saya temui, tapi juga jajanan pasar dan ragam makanan khas lokal lainnya. Agar ulasannya lengkap, saya beberkan satu per satu di sini, dan semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi my blog readers jika bertandang ke Dabo Singkep.

1. Tamban Salai

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, tamban selai adalah makanan yang memikat mata saya kali pertama berada di pintu masuk Pasar Ikan Dabo Singkep. Tamban adalah sejenis ikan laut yang banyak durinya.

Tamban salai di Pasar Tradisional Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Saya sendiri punya pengalaman tidak menyenangkan dengan ikan yang satu ini. Dulu, waktu kelas enam SD, ibu saya menyajikan ikan ini sebagai lauk peneman nasi. Dan, karena banyak durinya, luput dari kehati-hatian saya. Alhasil, satu duri menyangkut di tenggorokan. Berhari-hari duri itu menyiksa saya, sampai akhirnya saya harus ke dokter untuk menyingkirkannya dan menghilangkan rasa sakit.

Terlepas dari pengalaman tidak menyenangkan tersebut, saya senang melihat kreativitas warga lokal di sini yang menjadikan ikan tamban sebagai salai. Harga tamban salai ini tidaklah mahal. Seorang pedagang menawari saya untuk membeli ikan tersebut dengan harga Rp40 ribu untuk 50 ekor.

Dia pun mengajari saya bagaimana memasak ikan tersebut. Menurutnya, tamban salai paling enak digoreng dan disambal. Saat menggorengnya, kulit atau sisik ikan harus dibuang terlebih dahulu. Karena sudah disalai, membuang sisik ikan tamban tidaklah sulit, cukup membukanya saja.

Setelah mempertimbangkan pejalanan saya masih panjang di Kabupaten Lingga ini, saya memutuskan untuk tidak menjadikan tamban salai sebagai oleh-oleh. Padahal, tidak sedikit warga yang menjadikan ikan tersebut sebagai buah tangan jika hendak berpergian mengunjungi sanak saudara.

2. Cacing Laut Kering

Ragam makanan kedua yang menarik perhatian saya dari pasar ini adalah cacing laut kering. Saya tidak sengaja menemukannya di salah satu warung di seberang pasar ikan. Cacing laut tersebut diletakkan di bagian depan warung dalam rupa sudah kering, bertumpuk, dan diikat menggunakan tali plastik.

Cacing laut di Pasar Tradisional Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Awalnya saya tidak tahu itu adalah cacing laut. Saya mengira, benda panjang-panjang warna cokelat seperti kacang panjang tersebut adalah sejenis tali dari pelepah pisang. Setelah saya tanya ke acek (panggilan umum untuk pedagang pria paruh baya bersuku Tionghoa) yang empunya warung, baru saya tahu benda itu adalah cacing laut yang sudah dikeringkan.

Cacing tersebut dijual per ikan dengan berat kurang lebih 2 ons. Harga per ikatnya Rp40.000. Menurut si acek, cacing luat ini sangat jarang dijual karena dipasok nelayan pada musim-musim tertentu. Dan, ternyata, cacing laut ini diyakini memiliki khasiat untuk stamina para pria.

Cara pengolahannya, paling enak digoreng sambal ataupun ditumis. Anda yang penasaran, bisa menjadikan cacing laut ini sebagai santapan peneman nasi ataupun menjadikannya oleh-oleh.

3. Sambal Lengkong

Dari namanya saja sudah bikin penasaran. Lengkong? Bagi yang familiar dengan kata ini, bisa berasumsi lengkong bermakna nama lain dari sebutan waria. Namun, lengkong di sini tidak ada hubungannya dengan waria ya.

Sambal lengkong berpadu dengan ketupat di Pasar Tradisional Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Lengkong adalah nama lokal untuk menyebut sambal abon ikan. Rasanya pedas, manis, dan asin. Bagi warga lokal, sambal lengkong ini dijadikan peneman makan lepat atau ketupat dan lemang.

Dilihat dari teksturnya, sambal lengkong ini mirip dengan serundeng bagi orang Jawa. Penasaran dengan rasanya? Kalau jalan-jalan ke Dabo Singkep wajib mencobanya ya!

4. Lemang

Lemang memang bukanlah makanan asing bagi warga yang tinggal di Sumatera, khususnya warga Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Nah, di Dabo Singkep juga ada lemang. Namun, lemang di sini tidaklah sama dengan lemang di Sumatera yang umumnya dibalut daun pisang muda, bentuknya panjang-panjang, dan dimasak di dalam bambu yang dibakar.

Image result for lemang

Lemang pada umumnya

Lemang Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Lemang Dabo Singkep tidaklah demikian. Mesikipun sama-sama dibalut dengan daun pisang, namun lemang di sini tidaklah panjang-panjang dan tidak pula dibakar di dalam bambu, melainkan dikukus. Ciri khas tampilannya adalah daun pisang yang membalut lemang diikat dengan tali plastik.

Paling enak, lemang ini disantap bersama sambal lengkong.

5. Pisang Lantai

Lagi-lagi, nama panganan dari Dabo Singkep ini bikin penasaran. Setelah sambal lengkong, kini beralih ke pisang lantai. Seperti apa rupanya dan mengapa dinamai pisang lantai?

Rupa pisang ini ternyata seperti pisang barangan tetapi ukurannya lebih kecil. Besarnya kira-kira seibu jari orang dewasa. Bagian ujungnya lebih runcing dari pisang kebanyakan. Rasanya manis. Pisang ini biasanya disajikan sebagai hidangan penutup.

Pisang lantai di Pasar Tradisional Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Mengapa dinamakan pisang lantai? Saat saya tanya ke sejumlah pedagang yang menjual pisang tersebut, mereka ternyata juga tidak tahu. Mereka hanya menjawab,”Ya sudah dari sananya namanya pisang lantai. Apa maknanya pun kami tidak tahu.”

Karena penasaran, saya coba mencari informasinya dengan berselancar di Google. Sayangnya, saya pun tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut. Nah, ini bisa jadi PR bagi siapa saja yang membaca tulisan ini dan mencari tahu mengapa dinamakan pisang lantai.

6. Tepung Gomak

Untuk jajanan yang satu ini memang tidak begitu asing di telinga saya, dan mungkin juga di telinga sebagian my blog readers. Sebab, di Batam saya dapat menemukan jajanan serupa di pasar-pasar tradisional.

Tepung gomak (paling kanan bawah) bersanding dengan lepat, ketupat, sambal lengkong, nasi dagang, dan lemang di Pasar Tradisional Dabo Singkep, Lingga. Foto by menixnews.

Tepung gomak ini memang menjadi salah satu jajanan tradisional Melayu yang sangat mudah ditemui di Kepri. Terbuat dari tepung ketan, tekstur jajanan ini memang kenyal-kenyal dengan rasa yang manis. Di dalamnya terdapat serundeng kelapa. Sementara di luarnya, dibalur kacang hijau yang dihaluskan yang biasa disebut tepung kacang hijau atau tepung gomak.

Saat menyantapnya kudu hati-hati, agar tepung gomak tidak berserakan ke pakaian Anda.

7. Nasi Dagang

Jika di Yogyakarta kita mengenal nasi kucing, maka di Kepri terdapat nasi yang mirip yakni nasi dagang.

Bentuk dan porsinya mirip dengan nasi kucing dan sama-sama dibungkus daun. Bedanya, jika nasi kucing umumnya dibungkus daun dengan bentuk lipatan, nasi dagang dibungkus dalam bentuk kerucut dan direkatkan menggunakan lidi.

Nasi dagang. Foto diambil saat saya jalan-jalan ke ke Dabo Singkep, Lingga, Sabtu (8 Desember 2018).

Isi nasi dagang ini adalah nasi lemak yang dimasak dengan bawang merah, bawang putih, dan jahe, ditambah halba. Lauk nasi dagang ini ada beberapa macam, ikan tamban sambal, ikan teri sambal, ikan tuna sambal, udang, maupun sotong sambal.

Dikatakan nasi dagang karena dahulunya nasi kemasan begini merupakan bekal masyarakat pesisir yang hendak berdagang, atau menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke pasar. Kini, nasi dagang menjadi sajian sarapan pagi di meja-meja kopitiam yang ada di hampir seluruh kota di Kepri, dari Batam, Karimun, Lingga, sampai Natuna.

Saya sendiri, jika jalan-jalan ke setiap daerah di Kepri, tidak lupa sarapan nasi dagang karena masing-masing daerah memiliki lauk yang berbeda-beda sebagai khas utama mereka. Saat saya ke Letung, Anambas, pada 3-5 September 2018 lalu, saya mendapati nasi dagang dengan lauk ikan tuna sambal.

Sementara saat saya jalan-jalan ke Daik, Lingga, 7-9 Desember 2018 lalu, nasi dagangnya berlauk ikan teri sambal, sotong sambal, dan ikan tamban sambal. Jika makan nasi dagang di Batam, lauknya juga beragam.

Well my blog readers, itulah beberapa hasil dari “mengobrak-abrik”pasar tradisional di Dabo Singkep. Saya sarankan, jika pergi kemanapun Anda, jangan lupa jalan-jalan ke pasar tradisionalnya ya! (sri murni)

Baca juga:

Cara Gampang ke Dabo Singkep-Daik Lingga dari Batam dan Tanjungpinang

2 comments

  1. pasar ikannya sepi ya…

  2. Masih banyak produk lokal disana ya… Walau sepi tapi semoga pasar tradisional tidak tergulung ombak pasar modern.

Leave a Reply to Aliansera Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.